Fotografi Flash untuk Bayi, Amankah??

Beberapa waktu lalu, di grup id-strobist ramai pro-kontra pemakaian flash untuk memotret bayi. Sebenarnya ini perdebatan musiman, tiap ada yang posting foto bayi, pasti debat masalah ini. So, kita tuliskan aja artikel ini supaya bisa membahas masalah ini panjang kali lebar sama dengan luas.

Sumber kontroversi biasanya adalah artikel di Daily Mail yang menyebutkan bahwa ada bayi yang buta matanya akibat ada tamu yang memotret, menggunakan kamera ponsel, dan lupa mematikan flashnya. Artikel ini sudah disanggah artikel lainnya yang diterbitkan oleh Peta Pixel, dinyatakan hoaks. Juga ada artikel berbahasa Indonesia dari Tirto yang mematahkan mitos ini.

Tapi ya namanya hoaks, dimana-mana pasti lebih nyaring daripada klarifikasinya. Untuk itu, mari kita uji saja mitos ini secara praktis. Disesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal Nusantara :D

Pada artikel ini, kita akan coba menembakkan flash berkekuatan maksimal (full power) secara langsung (tidak dipantulkan/bounce), tanpa modifier apapun (payung, softbox, dsb), dari jarak dekat. Kita akan lihat seberapa terang cahaya yang mengenai objek.

Read on →

Mengatur Power Flash

Pada saat kita memotret menggunakan flash/speedlight, kita menambah sumber cahaya yang mempengaruhi foto kita. Tadinya cuma ada sumber cahaya yang sudah ada (misalnya matahari atau lampu dalam ruangan), kita tambah dengan flash. Karena sumber cahayanya lebih dari satu, maka kita perlu memikirkan bagaimana menyeimbangkan antar keduanya supaya kita bisa mendapatkan hasil foto yang sesuai keinginan.

Mau berapapun sumber cahaya yang digunakan, pada dasarnya jenis cahaya cuma ada dua :

  • Sumber cahaya yang menyala terus, biasa disebut continuous light. Misalnya lampu ruangan, matahari, lampu video.
  • Sumber cahaya yang menyala hanya pada waktu memotret, biasa disebut stroboscopic light. Misalnya flash, speedlight, atau lampu studio.

Nah pada artikel kali ini, kita akan mencoba mengatur kedua cahaya ini sesuai dengan keinginan kita. Agar bisa mengikuti dengan baik, sebaiknya Anda sudah paham dasar-dasar eksposur dan metering.

Bila ingin ikut mencoba, Anda butuh peralatan berikut :

  • kamera
  • flash
  • trigger

Setupnya seperti ini

Foto BTS

Read on →

Reparasi YongNuo Stuck di Full Power

Flash YongNuo merupakan paket speedlight dan trigger yang murah meriah dan cukup handal. Rekan-rekan saya di Komunitas Fotografi Bogor banyak yang menggunakan paket flash YongNuo di puluhan wedding dan sangat puas dengan hasilnya.

Saya sendiri juga menggunakan flash YongNuo selama 3 tahun lebih. Flash pertama yang saya miliki adalah YongNuo YN560-III yang sudah memiliki built-in wireless receiver. Artinya, kita tidak perlu lagi memasang perangkat tambahan untuk mengontrol power dan zoom flash dari jauh.

YongNuo Family

Setelah itu, saya membeli satu lagi YN560-IV. Versi yang lebih baru ini telah memiliki built-in transmitter dan receiver. Artinya dia bisa mengendalikan power dan zoom flash lain dari jauh.

Walaupun demikian, flash YongNuo ini memiliki satu penyakit yang cukup umum terjadi. Dia seringkali mengalami kerusakan di pengatur kekuatannya. Kalau sudah terjangkit penyakit ini, berapapun nilai power yang kita set di flash, dia akan selalu menyala dengan full power (1/1). Termasuk YN560-IV sayapun terjangkit wabah ini. Saking seringnya masalah ini terjadi, kita bisa menemukan banyak referensi di Google.

Google YN Stuck on Full Power

Pada artikel kali ini, kita akan mempraktekkan perbaikan YongNuo yang stuck di full power ini dengan mengikuti tutorial dari Youtube.

Read on →

Menggunakan EXIF Data

Di era digital ini, kamera yang kita gunakan akan menulis berbagai informasi ke file foto kita, termasuk juga kamera handphone. Informasi ini disebut dengan data EXIF. Data EXIF ini berguna untuk kita analisa di kemudian hari. Misalnya kita ingin tahu setting kamera yang digunakan pada waktu memotret foto tersebut.

Exif Data

Atau kita ingin mengelompokkan / mencari semua foto yang diambil dengan lensa tertentu. Bisa juga untuk menampilkan foto-foto yang kita ambil di dalam peta. Semua bisa didapatkan dengan melihat data EXIF.

Exif Data

Untuk membaca dan menulis data EXIF, kita bisa gunakan aplikasi bernama exiftool. Aplikasi ini sering saya gunakan untuk mengelola foto, karena dia memiliki fitur diantaranya:

Read on →

Raw vs JPEG

Bila kita menggunakan kamera DSLR ataupun Mirrorless, biasanya kita akan mendapati pilihan kualitas gambar. Di kamera Nikon, biasanya pilihannya adalah:

  • Raw
  • Fine
  • Normal
  • Basic
  • Raw + Fine
  • Raw + Normal
  • Raw + Basic

Fine, Normal, dan Basic akan menghasilkan file berekstensi JPG, masing-masing dibedakan dari kualitas pemrosesannya. Fine artinya paling bagus, Normal biasa saja, Basic artinya seadanya. Sedangkan Raw akan menghasilkan file berekstensi NEF (Nikon), CR2 (Canon), RAF (Fuji), atau lainnya. Tidak ada pilihan kualitas bagus, sedang, seadanya untuk file Raw.

Apa itu file Raw?

File raw menyimpan data apa adanya yang ditangkap sensor kamera. Sedangkan file JPG adalah file yang sudah diedit atau diolah oleh prosesor kamera. Bila kita ingin mencetak atau sharing foto di medsos, kita membutuhkan file JPG. Kita tidak bisa menggunakan file Raw karena ukurannya yang besar (bisa mencapai 40 MB per foto) dan kondisinya yang belum diproses.

Lalu apa gunanya file Raw? Kenapa kita tidak pakai JPG saja?

Alasan pertama, teknik pemrosesan yang dilakukan oleh kamera belum tentu sesuai dengan keinginan kita. Masalah white balance, sharpening, pewarnaan, exposure, dan sebagainya, adalah masalah selera masing-masing fotografer. Analoginya, kita serahkan foto kita ke editor lain, lalu membiarkan dia mengedit suka-suka selera dia. Nah, editor lain ini adalah para insinyur pabrik kamera. Kalau kita terima beres jpg sama saja kita ikut apa selera insinyur Nikon/Canon/Fuji/dsb.

Alasan kedua, file Raw lebih bisa dimanipulasi daripada JPG, karena data yang ada dalam file jauh lebih banyak. Bandingkan saja ukuran filenya. File Raw ukurannya 20-40 MB, sedangkan file JPG hanya 5-10 MB saja. Dengan data yang lebih banyak, maka file bisa diedit dengan lebih ekstrim.

Untuk alasan kedua ini, biasanya untuk keperluan pekerjaan (fotografi yang dibayar client), para fotografer cari selamat dengan menggunakan file Raw. File raw dapat menyelamatkan foto yang tadinya sudah hopeless. Berikut contohnya.

Read on →

Tips Menggunakan Flash

Pada artikel terdahulu, kita telah membahas tentang beberapa cara untuk membuat subjek foto menjadi jelas dan menarik perhatian, mengalahkan elemen-elemen pendukungnya. Salah satu caranya adalah menggunakan teknik pencahayaan. Di artikel ini, saya akan berbagi teknik yang biasa saya pakai dalam mengatur pencahayaan untuk menonjolkan subjek.

Ada beberapa langkah yang biasanya saya lakukan:

  1. Mengambil foto dengan eksposur normal. Bila belum paham apa itu eksposur normal, bisa baca artikel yang ini dulu sebelum melanjutkan.
  2. Turunkan eksposur satu atau dua stop agar keseluruhan gambar menjadi kurang cahaya (underexposed). Ini tujuannya untuk mengurangi dominasi semua elemen-elemen dalam frame (termasuk subjek utama).
  3. Kembalikan eksposur subjek utama menjadi normal tanpa menaikkan eksposur elemen lain. Untuk ini, kita gunakan flash.
  4. Sesuaikan seperlunya sampai oke.

Mari kita lihat prakteknya.

Read on →

Stock Photo

Stock Photo

Pernahkah kita ingin membuat slide presentasi atau website, kemudian membutuhkan foto-foto untuk memperindah tampilannya?

Tentunya pernah. Biasanya kita mencari foto-foto yang sesuai dengan tema yang ingin kita sampaikan, misalnya : kekompakan, semangat, keakraban, perjuangan, dan lain sebagainya.

Foto-foto penunjang seperti itu umum disebut dengan istilah stock photo. Jaman sekarang, ada banyak layanan penyedia stock photo, misalnya :

  • Shutterstock
  • iStock
  • Adobe Stock
  • Fotolia
  • dan lain sebagainya

Para penyedia stock photo ini menerima kontribusi dari seluruh dunia. Para fotografer mengupload hasil karyanya ke penyedia stock photo untuk kemudian dijualkan oleh mereka. Harga jualnya sebetulnya sangat murah, bisa sampai $0.01 per foto. Tapi model bisnisnya adalah berharap foto tersebut diunduh ratusan ribu kali, sehingga kita bisa mendapatkan 100.000 * $0.01 = $1000.

Sebagai fotografer ala-ala, saya berpikir begini. Daripada foto-foto saya cuma bikin penuh harddisk dan cuma diupload di Flickr, Instagram, atau Facebook, lebih baik saya upload ke stock photo. Sukur-sukur ada yang beli, lumayan dapat uang. Jadilah kemudian saya daftar dan mencoba upload.

Penyedia stock photo memiliki kriteria dalam menerima foto, diantaranya:

  • tidak boleh ada logo merek yang bisa dikenali
  • fotonya harus benar secara teknis (tajam, pencahayaan cukup, white balance tidak meleset, dan lainnya)
  • bila ada orang yang bisa dikenali, maka harus ada ijin tertulis (Model Release) dari orang bersangkutan
  • bila ada bangunan terkenal atau barang terkenal (misalnya barang antik atau lukisan), maka harus ada ijin tertulis dari pemiliknya (Property Release)

Sampai artikel ini ditulis, saya baru mengupload 14 foto, 8 diterima dan 6 ditolak. Berikut pengalaman saya mulai dari mendaftar sampai berhasil mengupload foto.

Read on →

Alienco Photography

Memilih fotografer untuk peristiwa penting semisal pernikahan adalah pekerjaan yang memusingkan. Apalagi di jaman sekarang, harga kamera terus turun menjadi semakin murah. Kualitas gambar yang dihasilkan juga semakin bagus. Bahkan kamera DSLR yang paling murah, kualitas gambarnya sudah lebih dari cukup bila ingin sekedar tampil di media sosial. Dengan semakin murahnya harga kamera, banyak orang kemudian merasa bisa menangani event penting sekelas pernikahan. Padahal, fotografi hobi sangat berbeda dengan fotografi profesional.

Pada artikel kali ini, kita akan membahas salah satu fotografer yang aktif dalam komunitas fotografi yang saya ikuti, yaitu Alienco Photography. Alienco Photography dimotori oleh Ali Umar. Awalnya bekerja sebagai karyawan bank, tapi kemudian banting setir menjadi full time photographer.

Dengan mengamati hasil foto Alienco, kita bisa belajar bagaimana memilih fotografer yang tepat untuk dipercayakan menangani peristiwa penting kita yang tidak mungkin terulang lagi.

Ada banyak kriteria yang bisa digunakan kalau kita ingin memilih fotografer untuk mengabadikan peristiwa penting kita seperti misalnya pernikahan, wisuda, dan lain sebagainya. Beberapa kriteria tersebut diantaranya :

Read on →

Subject Isolation

Hal terpenting dalam suatu foto tentulah subjek atau point of interest. Subjek ini bisa bermacam-macam, misalnya:

  • orang: misalnya portrait, foto keluarga, foto pernikahan
  • suasana: misalnya kemacetan, ketenangan, sepi, ramai
  • benda: misalnya foto produk, makanan
  • dan masih banyak lagi lainnya

Tantangan kita sebagai fotografer adalah membuat subjek tersebut terlihat dengan jelas (isolated) dan tidak bercampur dengan benda-benda lain yang ikut dalam foto, sehingga orang yang melihat foto bisa tahu apa yang ingin kita tampilkan dalam foto tersebut. Ini disebut dengan istilah subject isolation.

Pada artikel ini, kita akan membahas beberapa teknik subject isolation, yaitu:

  • menggunakan focus
  • menggunakan warna
  • menggunakan posisi / ukuran
  • menggunakan cahaya

Read on →

Memahami Lensa

Kalau kita ikut di komunitas fotografi, baik itu grup Facebook, milis, forum internet, kaskus, atau apapun yang lainnya, seminggu sekali kita akan menemui pertanyaan klasik ini

Saya ingin membeli lensa. Lensa apa ya yang bagus?

Dan biasanya selalu diikuti dengan tanggapan klasik juga

  • tergantung budget
  • tergantung lensa apa yang sudah dimiliki
  • tergantung jenis fotografi apa yang diminati

Masalahnya, si penanya biasanya tidak tahu apa perbedaan satu lensa dengan yang lain. Pastinya, spesifikasi dan harganya beda. Tapi apa pengaruhnya terhadap hasil foto? Mari kita bahas.

Read on →