Exposure dan Metering

Saya pertama belajar fotografi di tahun 1995, menggunakan kamera film Nikon F3. Di tahun itu belajar fotografi tidak semudah sekarang. Saat ini, kita tinggal cari di Youtube, video tutorial sangat berlimpah. Mulai dari pengenalan kamera, komposisi, lighting, teknik berpose dan mengarahkan model, apapun yang kita butuhkan tersedia. Panduan saya di jaman dulu adalah buku saku Kodak Pocket Guide to 35mm Photography milik teman sesama pehobi.

 Kodak Pocket Guide

Foto diambil dari Amazon.com

Di rentang waktu antara 1997 - 2012 saya tidak pegang kamera SLR. Begitu ketemu kamera di tahun 2012, yang saya pegang adalah DSLR, digital SLR. Tentu perbedaan teknologinya sangat signifikan. Walaupun demikian, ternyata prinsip-prinsip fotografi yang sayup-sayup masih ada di ingatan saya peninggalan tahun 1997 masih berlaku.

Pada artikel ini, kita akan membahas tentang prinsip-prinsip dasar exposure. Suatu konsep fundamental yang tak lekang dimakan waktu.

Apa itu Exposure ?

Exposure bahasa Indonesianya adalah pencahayaan. Di jaman film dulu, exposure artinya kita memaparkan (expose) film ke cahaya. Di jaman digital sekarang, film diganti dengan sensor. Kalau cahaya yang dipaparkan terlalu banyak, istilah di film dulu adalah terbakar. Kalau dicetak hasilnya putih belaka. Kalau cahaya kurang, gambarnya menjadi gelap. Dalam bahasa Inggris, foto yang kelebihan cahaya disebut overexposed atau biasa disingkat dengan over saja. Foto yang kekurangan cahaya disebut underexposed, biasa disingkat menjadi under saja.

Enaknya belajar foto di masa digital, kita bisa langsung tahu apakah hasil jepretan kita over atau under dengan cara melihat LCD di belakang kamera. Di jaman film dulu, harus menunggu beberapa hari/minggu sampai film selesai dicuci dan dicetak, barulah kita tahu hasilnya benar atau salah. Pada waktu kita lihat hasilnya, kita sudah lupa setting yang dipakai pada waktu memotret :D Jadi, di jaman film dulu, sangat penting kita menghitung cahaya dengan teliti, agar hasilnya tidak under atau over.

Walaupun banyak kemudahan di era digital, penting bagi kita untuk bisa mendapatkan exposure yang tepat dalam sekali jepret. Kalau setiap kali harus lihat LCD dulu, momen-nya keburu lewat.

Sejak jaman Nikon F3 dulu, kamera sudah dilengkapi dengan pengukur cahaya (light meter). Sebelum era F3, fotografer harus membawa alat pengukur terpisah. Cara kerjanya:

  1. Ukur cahaya dengan light meter
  2. Baca hasil pengukuran
  3. Setting kamera sesuai hasil pengukuran
  4. Jepret

 Nikon F3

foto diambil dari Wikipedia

Tapi sejak ada light meter dalam kamera, tidak perlu lagi alat pengukur terpisah. Fotografer bisa melihat pengukuran cahaya dan langsung menyesuaikan setting kamera tanpa matanya perlu meninggalkan lubang intip (viewfinder). Tampilan light meter di kamera saya seperti ini:

 Light Meter dalam Viewfinder

Di layar LCD juga ada tampilan light meter.

 Light Meter dalam LCD

Kalau indikator berat ke arah +, maka setting kamera kita kelebihan cahaya.

 Light Meter Over Exposed

Demikian sebaliknya, kalau mengarah ke -, maka kita perlu menambah cahaya yang ditangkap kamera. Intinya, kita mengatur setting kamera supaya posisi indikator ada di tengah.

 Light Meter Properly Exposed

Ilustrasi di atas diambil dari Reference Manual Nikon D5100

Setting apa yang harus diubah? Hanya ada 3 variabel, sehingga mudah dihafal. Dengan sedikit latihan, prosesnya akan menjadi otomatis tanpa membutuhkan banyak berpikir. Sama seperti kita menghitung perkalian 0-10. Berapa 7x8?

Tiga variabel ini disebut dengan segitiga exposure:

  1. ISO. Ini adalah sensitivitas sensor kamera. Semakin besar angkanya, sensor semakin sensitif sehingga sedikit cahaya saja sudah cukup.
  2. Aperture / diafragma. Ini adalah lubang dalam lensa. Semakin besar angkanya, lubang semakin kecil. Semakin kecil lubang, semakin sedikit cahaya yang diterima sensor.
  3. Shutter speed. Ini adalah kecepatan kamera berkedip dalam detik. Semakin cepat kedipan kamera, semakin sedikit cahaya yang diterima sensor.

Segitiga exposure lebih mudah dipahami dengan ilustrasi berikut

 Exposure Triangle

Ilustrasi diambil dari sini

Apa pengaruh ketiga variabel tersebut pada hasil foto kita?

Penjelasan dan contohnya dijelaskan secara lebih rinci di artikel ini.

Histogram

Apa itu histogram?

Histogram adalah grafik yang menunjukkan jumlah pixel untuk tiap tingkat terang tertentu. Kita menggunakan histogram untuk mengecek apakah foto kita terlalu terang atau terlalu gelap.

Kenapa tidak lihat saja preview di LCD?

Preview LCD suka menipu. Bila kita lihat LCD di tengah hari bolong, dia akan terlihat gelap. Karena terlihat gelap, maka kita akan jepret lagi dengan menambah cahaya. Akibatnya foto kita malah jadi overexposed. Demikian juga sebaliknya di malam hari, LCD akan terlihat terang, sehingga kita cenderung memotret lagi dengan cahaya dikurangi. Akibatnya fotonya malah jadi underexposed. Supaya tidak bias dengan kondisi cahaya sekitar, lebih aman kalau kita lihat histogram. Bentuknya seperti ini

 Histogram

Sisi paling kiri adalah pixel yang gelap. Makin ke kanan makin terang. Jadi kalau foto kita overexposed, histogram akan terlihat berat ke kanan seperti ini

 Histogram Over

Sedangkan kalau fotonya underexposed, histogram akan terlihat berat di kiri seperti ini

 Histogram Under

Untuk rata-rata foto yang kita buat, histogram biasanya akan rata atau cenderung ke tengah

 Histogram Normal

Apakah kita harus selalu membuat histogram berat di tengah?

Tidak, tergantung objek yang difoto. Coba perhatikan foto berikut

 Background Over

Foto ini sudah benar, karena exposure di wajah subjek sudah tepat. Walaupun demikian, latar belakangnya putih total. Ini disebut dengan istilah clipping. Artinya kamera sudah tidak mampu merekam informasi karena selisih antara bagian gelap dan terang terlalu jauh.

Dynamic Range

Selisih gelap-terang yang bisa direkam kamera disebut dengan istilah dynamic range. Foto di atas diambil dalam ruangan yang gelap, sedangkan latar belakangnya di luar ruangan pada siang hari. Dalam histogram, clipping ditunjukkan dengan lonjakan nilai di pojok histogram.

 Histogram Background Over

Bila clipping terjadi di bagian terang (highlight) maka disebut highlight clipping. Bisa juga terjadi shadow clipping bila terjadi di bagian gelap (shadow). Bila kita cetak highlight clipping di atas kertas putih, printer tidak akan mengeluarkan tinta sama sekali.

Masalah keterbatasan dynamic range kamera akan sangat terasa bila kita memotret pakaian hitam-putih di siang hari. Mau mendapatkan detail di pakaian putih, baju hitamnya clipping. Sebaliknya kalau kita ambil detail di pakaian hitam, bagian putih dan langit akan clipping sehingga tidak terlihat batasnya. Berikut contohnya

 Highlight Clipping

Pada foto di atas, kita tidak bisa membedakan batas jilbab dan langit, karena keduanya clipping.

Dalam menghadapi kondisi ini, kita bisa mengangkat tingkat terang dari bagian gelap menggunakan flash. Kita kembali ke foto awal yang backgroundnya clipping ini

 Background Over

Pertama, sesuaikan metering supaya background terlihat. Konsekuensinya, subjek akan underexposed.

 Background Proper, Subject Under

Setelah itu, gunakan flash untuk mengangkat tingkat terang dari subjek, sehingga seimbang dengan latarnya. Hasilnya seperti ini

 Background & Subject Proper

Teknik seperti ini (menyeimbangkan tingkat cahaya berbagai bagian dalam foto) disebut dengan istilah tonal compression. Jika ingin melihat fotografer pro melakukannya, silahkan tonton Michael Grecco memotret Martin Scorsese di video berikut.

Perhatikan lampu di kiri bawah subjek.

 Grid Spot

Itu tujuannya untuk menerangi baju hitam Martin Scorsese supaya tidak clipping, mengingat latar belakangnya langit siang yang terang.

 Dark Cloth Bright Subject

Setting Light Meter

Pada contoh kasus high dynamic range di atas, kita perlu menyesuaikan metering supaya bagian yang penting dari foto terukur dengan baik. Misalnya kalau kita membuat portrait (foto yang ada orangnya), tentu bagian yang penting adalah orang, bukan backgroundnya. Dengan demikian, kita harus memastikan exposure di orang tepat, tidak peduli latarnya clipping.

Bagaimana cara agar light meter hanya mengukur subjek saja?

Di kamera jaman sekarang, umumnya light meter tersedia dalam 3 mode:

  • matrix (Nikon) / evaluative (Canon) : seluruh bagian foto akan diukur dan dirata-rata bagian terang dan gelapnya
  • center weight : seluruh bagian foto akan diukur, tapi bagian tengah mendapat bobot lebih besar
  • spot : hanya mengukur satu titik saja di foto

Berikut pilihan mode metering di kamera Nikon dan Canon

 Canon Nikon Metering Mode

Gambar diambil dari sini

Sebagai contoh, kita akan memotret subjek dalam kondisi backlit, yaitu cahaya datang dari belakang subjek. Agar subjek pas pencahayaannya, saya gunakan spot meter di wajah subjek.

 Spot Metering

Di spot meter, posisi indikator light meter akan berada di tengah. Sedangkan untuk setting yang sama, bila kita gunakan mode matrix metering, posisi indikator akan berada di posisi overexposed karena yang dihitung oleh kamera adalah keseluruhan frame (termasuk latar yang sangat terang), bukan hanya subjeknya saja.

Walaupun demikian, biasanya saya malas untuk mengubah-ubah setting metering. Kalau sudah terbiasa menganalisa kondisi pencahayaan, kita akan secara otomatis tahu bahwa subjek kita jauh lebih gelap daripada sisa frame, sehingga kita akan langsung memotret dengan kondisi overexposed di mode Matrix Metering.

Lebih detail mengenai berbagai mode metering bisa ditonton di video berikut

Kapan dan bagaimana cara menggunakannya bisa dibaca di penjelasan Ming Thein.

Metering dan Middle Grey

Bagaimanapun canggihnya light meter kamera, tetap saja dia tidak bisa mengerti apa yang sedang kita potret. Dia hanya bisa mengarahkan agar tingkat kecerahan ada di tengah-tengah. Tidak terlalu terang, tidak terlalu gelap. Dalam dunia fotografi, posisi tengah-tengah ini disebut middle grey.

Untuk membuktikannya, kita bisa memotret kertas putih dan kertas hitam. Arahkan kamera ke kertas putih sehingga memenuhi seluruh frame. Setting segitiga exposure supaya posisi indikator light meter ada di tengah. Kemudian jepret dan lihat hasilnya. Histogram akan tampak benar berada di posisi tengah. Tapi kalau kita lihat fotonya, kertas putih akan terlihat abu-abu.

Demikian juga sebaliknya dengan kertas hitam. Bila kita posisikan indikator di tengah, hasilnya akan menjadi kertas abu-abu sama seperti kertas putih.

Untuk lebih jelasnya, silahkan baca percobaan yang dilakukan di sini.

Kesimpulan

Kamera memiliki pengukur cahaya (light meter) yang canggih, bisa disetting dalam berbagai mode (matrix, center-weighted, spot). Light meter kamera menilai sesuatu terlalu terang atau terlalu gelap dengan membandingkannya dengan posisi pertengahan (middle-grey). Seringkali middle-grey ini tidak sesuai dengan kondisi yang kita akan foto, misalnya memotret baju putih atau baju hitam. Untuk itu, kita perlu menyesuaikan setting kamera kita dan tidak begitu saja menuruti anjuran light meter.

Setelah kita memotret, kita bisa verifikasi hasilnya dengan menggunakan histogram. Seperti halnya light meter, posisi histogram juga tidak selalu harus ditengah. Sesuaikan dengan kondisi yang kita foto.

Untuk menyesuaikan kamera agar bisa mengambil foto (exposure) sesuai keinginan kita, ada tiga variabel yang bisa diubah:

  • ISO
  • Aperture
  • Shutter speed

Pelajari lebih dalam mengenai ketiga variabel ini dalam artikel lanjutan mengenai segitiga exposure.

Metering dan exposure ini merupakan konsep fundamental dalam fotografi, tidak berubah sejak pertama saya pegang kamera (tahun 1997) dan sepertinya tidak akan berubah di masa yang akan datang. Oleh karena itu kita perlu menguasai konsep ini dengan benar dan berlatih mengubah setting tiga variabel agar menjadi refleks dan bisa dilakukan tanpa berpikir, seperti perkalian 1-10.

Dengan menguasai mode Manual dan memahami tentang exposure dan metering, kita tidak perlu pusing-pusing mempelajari segala macam mode yang disediakan kamera seperti Scene, Portrait, Landscape, Sport, dan berbagai mode lainnya.