Memahami Lensa

Kalau kita ikut di komunitas fotografi, baik itu grup Facebook, milis, forum internet, kaskus, atau apapun yang lainnya, seminggu sekali kita akan menemui pertanyaan klasik ini

Saya ingin membeli lensa. Lensa apa ya yang bagus?

Dan biasanya selalu diikuti dengan tanggapan klasik juga

  • tergantung budget
  • tergantung lensa apa yang sudah dimiliki
  • tergantung jenis fotografi apa yang diminati

Masalahnya, si penanya biasanya tidak tahu apa perbedaan satu lensa dengan yang lain. Pastinya, spesifikasi dan harganya beda. Tapi apa pengaruhnya terhadap hasil foto? Mari kita bahas.

Ada beberapa variabel lensa yang menentukan karakteristiknya:

  • focal length
  • aperture
  • stabilisasi
  • merek

Focal Length

Faktor utama yang membedakan lensa satu dan lainnya adalah focal length atau panjang fokus. Kita sering mendengar istilah lensa 35mm, 50mm, 18-55, 70-200, dan sebagainya. Angka-angka tersebut adalah panjang fokus lensa dalam satuan milimeter (mm).

Berdasarkan focal length, lensa dikelompokkan menjadi:

Apa bedanya focal length satu dengan lainnya?

Focal length lensa akan menentukan:

  • perspektif
  • distorsi
  • ukuran
  • harga

Perspektif

Perspektif di sini maksudnya adalah sudut pandang (angle of view) lensa. Lensa wide sudut pandangnya lebar sedangkan lensa tele sudut pandangnya sempit. Untuk melihat sudut pandang lensa, kita bisa gunakan simulator yang disediakan Nikon.

Kita bisa lihat perspektif lensa wide

dan perspektif lensa tele

Di simulator tersebut, kita bisa menggeser-geser slider untuk mengubah focal length dan melihat efeknya terhadap sudut pandang.

Selain masalah jauh dekat, dalam melihat perspektif kita juga mempertimbangkan faktor kompresi. Lensa tele akan membuat jarak subjek ke latar terlihat dekat. Sebaliknya, lensa wide akan membuat subjek terlihat jauh dari latar. Bandingkan foto dengan ukuran subjek yang sama jika dibuat dengan lensa tele berikut

dan foto yang sama, dibuat menggunakan lensa wide

Perhatikan ukuran latar belakang, dan juga sudut pandang di kiri dan kanan subjek. Mendekatnya latar ke subjek biasa disebut dengan istilah kompresi perspektif (perspective compression). Sebaliknya, latar yang jauh dari subjek disebut dengan istilah kedalaman perspektif (perspective depth).

Lalu kapan kita pakai wide dan kapan pakai tele?

Dengan mempertimbangkan perspektif, kita gunakan tele biasanya pada waktu

  • ingin memotret benda yang jauh, dimana kita sulit untuk mendekat

  • ingin menyederhanakan portrait supaya latarnya tidak terlalu ramai dan mengganggu subjek. Dengan sudut pandang sempit, berarti semakin sedikit latar yang masuk ke dalam foto, sehingga lebih mudah membuang benda-benda yang mengganggu

Kita gunakan wide angle biasanya untuk

  • mengambil foto orang ramai. Dengan sudut pandang lebar, posisi kamera tidak perlu mundur terlalu jauh, sehingga mudah memotret di tempat yang sempit

  • membuat environmental portrait (portrait orang beserta lingkungannya). Portrait seperti ini lebih menarik daripada portrait dengan latar sederhana, karena lebih banyak cerita dalam satu frame foto

Distorsi

Lensa wide cenderung menimbulkan distorsi. Semakin wide, distorsi semakin besar. Perhatikan portrait yang diambil dengan lensa wide berikut

dan foto berikut dengan komposisi mirip tapi focal length berbeda

Karena faktor distorsi tersebut, umumnya kita lebih memilih lensa tele untuk membuat foto orang, supaya ukuran tubuhnya proporsional. Tidak menjadi Hobbit seperti pada foto di atas.

Lebih lanjut mengenai perspektif lensa, bisa disimak di video berikut:

Ukuran dan Harga

Apa kaitannya focal length dengan ukuran dan harga?

Lensa normal biasanya ukurannya kecil dan harganya murah. Semakin wide, diameter lensa biasanya semakin besar dan sulit membuatnya. Ini menyebabkan harganya menjadi mahal.

Semakin tele, lensa biasanya semakin panjang dan berat. Harga tentu saja menyesuaikan. Pada saat artikel ini ditulis, lensa Nikon 600mm panjangnya hampir setengah meter, bobotnya lima kilogram lebih, dan harganya 115 juta rupiah.

Prime vs Zoom

Ada lensa yang focal length bisa diubah-ubah, disebut dengan istilah lensa zoom. Ada juga yang hanya memiliki satu focal length, disebut dengan istilah lensa prime.

Lebih baik mana prime atau zoom?

Mengenai hal ini, pendapat orang berbeda-beda, bahkan juga di kalangan profesional. Ada yang fanatik terhadap prime, ada juga yang mendewakan zoom. Tidak penting kubu mana yang akan Anda ikuti, masing-masing punya kelebihan.

Keunggulan lensa prime :

  • lensa prime lebih mudah dibuat, sehingga
  • harganya lebih murah
  • pada level harga yang sama, kualitas prime lebih baik
  • konstruksinya sederhana, sehingga bobot dan ukuran lebih ringan dan kecil

Keunggulan lensa zoom :

  • satu lensa banyak focal length, sehingga
  • tidak perlu bawa banyak lensa. Cukup bawa satu bisa mendapat banyak perspektif.
  • tidak repot gonta-ganti lensa, sehingga lebih tenang dalam menangkap momen.
  • tidak perlu beli banyak lensa. Walaupun harga zoom lebih mahal, tapi bisa jadi lebih murah dibandingkan harus membeli beberapa lensa prime untuk mendapatkan beberapa focal length.

Walaupun fleksibel, jangan sampai lensa zoom membuat Anda menjadi malas. Kesalahan yang umum dilakukan orang adalah mengambil posisi dulu, angkat kamera ke depan muka, baru membuat komposisi dengan zoom. Cara kerja seperti ini akan membuat foto kita berkualitas snapshot. Tentu keindahannya akan berbeda dengan foto yang direncanakan dan dipersiapkan dengan serius.

Cara kerja yang lebih tepat adalah:

  1. Bayangkan komposisi yang diinginkan di imajinasi kita. Tentukan hubungan subjek dengan latarnya. Apakah kita ingin mengambil banyak latar? Apakah kita ingin membuat latar terlihat dekat dengan subjek?
  2. Tentukan focal length yang perspektifnya sesuai untuk membuat foto sesuai imajinasi kita di langkah sebelumnya. Untuk lensa prime, kita mungkin perlu mengganti lensa di tahap ini. Pengguna zoom tinggal memutar lensa ke focal length yang diinginkan.
  3. Ambil posisi yang sesuai dengan komposisi dan focal length yang dipilih.
  4. Terakhir, setting kamera sesuai keinginan, tunggu momen, jepret.

Lebih jelasnya bisa disimak di video berikut.

Pilihan Pribadi

Saya sendiri hanya punya lensa prime 35mm dan 85mm. Dua lensa ini sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau ada acara piknik ke taman safari yang membutuhkan lensa 300mm, kita bisa sewa saja satu-dua hari. Toh piknik ke taman safari belum tentu setahun sekali.

Apa tidak takut kehilangan momen karena sibuk ganti lensa?

Sebetulnya hanya masalah penyesuaian cara kerja saja. Workflow memotret dengan prime berbeda dengan zoom. Kalau kita menggunakan prime, kita harus mengantisipasi momen, mengatur komposisi, dan mengambil posisi sebelum momen terjadi.

Aperture

Aperture adalah lubang bukaan di lensa. Nilai aperture dinyatakan dalam f/, misalnya f/2, f/4, dan sebagainya. Besaran ini menunjukkan diameter bukaan. Contohnya: f/2 di lensa 50mm diameter bukaannya adalah 25mm. Nilai yang sama f/2 di lensa 200mm, diameternya 100mm.

Sebagai ilustrasi, berikut adalah lensa 85mm yang dibuka di f/2

Bandingkan dengan lensa yang sama, dibuka di f/8

Aperture mempengaruhi depth-of-field.

Depth of Field

Depth of field adalah ruang tajam, yaitu jarak terdekat dan terjauh (dari kamera) dimana gambarnya masih tajam. Coba bandingkan bukaan f/2 berikut

dengan bukaan f/8

Ukuran dan Harga

Seperti sudah dijelaskan di perhitungan aperture di atas, besar maksimal aperture akan menentukan ukuran lensa. Diameter bukaan f/2 di lensa 200mm adalah 100mm. Dengan sendirinya, ukuran kaca lensa juga harus lebih lebar daripada 100mm. Bobotnya makin besar, harganya makin mahal. Semakin enggan kita membawanya (karena berat), dan semakin terbebani dompet kita membelinya (karena mahal).

Fixed vs Variable

Untuk menyiasati faktor ukuran dan harga, pabrikan punya ide cemerlang.

Bagaimana kalau untuk lensa zoom, aperture terbesarnya dibuat variabel saja?

Contohnya, lensa 18-55mm, memiliki bukaan maksimal f/3.5-5.6. Artinya kalau posisi focal length di 18mm, kita bisa buka sebesar f/3.5. Sedangkan kalau kita zoom ke 55mm, kita cuma bisa buka maksimal di f/5.6. Dengan demikian, ukuran lensa tidak perlu besar dan harganya bisa ditekan.

Menggunakan lensa dengan variable aperture seperti ini relatif merepotkan. Kita harus terlebih dulu memilih focal length (18mm atau 55mm) sebelum mengatur exposure. Kalau terbalik, atur kombinasi ISO-Aperture-Shutter dulu baru focal length, bisa-bisa aperture berubah ketika kita ganti focal length, sehingga fotonya menjadi under atau over.

Trik ini biasa digunakan untuk membuat lensa kit (lensa bawaan pada waktu membeli kamera).

Stabilisasi

Bila kita menggunakan lensa yang besar dan berat, biasanya tangan kita akan kesulitan untuk menopangnya. Akibatnya, pada waktu memotret goyang dan hasilnya menjadi blur. Untuk mengatasi hal ini, pabrik lensa memasang suatu fitur stabilisasi untuk membuat hasil foto tetap tajam walaupun kita memotretnya sambil goyang.

Fitur ini diberi nama berbeda antar pabrik, mungkin supaya tidak dituntut pelanggaran merek. Jadi jangan bingung kalau menemui berbagai istilah ini, sebetulnya mengacu pada hal yang sama. Berikut beberapa istilah yang biasa digunakan:

  • Nikon : Vibration Reduction (VR)
  • Canon : Image Stabilization (IS)
  • Sigma : Optical Stabilization (OS)
  • Tamron : Vibration Compensation (VC)
  • Sony : Super Steady Shot (SSS) dan Optical SteadyShot
  • Pentax : Shake Reduction (SR)

Sumber : Wikipedia

Sebetulnya teknologi stabilisasi ada yang dipasang di lensa dan juga ada yang dipasang di kamera. Tapi karena pembahasan kali ini tentang lensa, teknologi stabilisasi dalam kamera tidak kita bahas.

Untuk fitur ini saya tidak punya fotonya, karena tidak punya lensa yang dilengkapi dengan fitur ini.

Mode Stabilisasi

Goyangan pada kamera secara teknis dibagi menjadi dua:

  1. Getaran tangan
  2. Goyangan tempat berdiri fotografer (misalnya memotret di atas perahu)

Kedua jenis goyangan ini berbeda karakteristiknya, sehingga biasanya ada switch di lensa untuk memilih kondisi mana yang lebih cocok. Lebih lanjut tentang kedua jenis setting ini bisa dibaca di website masing-masing pabrikan.

Ukuran dan Harga

Tanpa perlu dijelaskan, tentu saja tambahan motor di lensa ini akan menambah bobot dan biaya produksi. Sebagai gambaran, lensa Nikon 70-200 VRII bobotnya 1,5 kg dan harganya 28 juta. Lensa yang sama, dengan generasi VR terdahulu (VR I), harganya pada waktu masih diproduksi baru dulu berkisar 19 juta rupiah.

Merek

Ada banyak pabrikan lensa, diantaranya:

  • Canon
  • Leica
  • Nikon
  • Samyang
  • Sigma
  • Sony
  • Tamron
  • Tokina
  • Zeiss
  • dan sebagainya

Pada umumnya, lensa yang semerek dengan kamera kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih mahal. Ada juga beberapa pabrikan yang sudah terkenal kualitasnya (dan tentu juga harganya) seperti Leica dan Zeiss.

Walaupun demikian, ada kalanya pabrikan pihak ketiga seperti Samyang dan Sigma membuat lensa yang bagus dan terkenal, dengan harga miring. Contohnya Sigma 35mm dan Samyang 85mm yang mendapat skor tinggi di DXOMark.

Kesimpulan

Setelah memahami berbagai karakteristik lensa seperti:

  • focal length
  • aperture
  • stabilisasi
  • merek

Dan dibandingkan dengan kondisi kita:

  • ketersediaan dana
  • jenis fotografi yang sering dilakukan

Kita bisa menimbang-nimbang:

  • mana lensa yang sebaiknya dibeli (karena terjangkau, dan nyaman dibawa sehingga sering dipakai)
  • mana lensa yang sebaiknya dipinjam/disewa saja (karena mahal dan jarang dipakai)

Mudah-mudahan artikel ini bisa membantu Anda dalam mengatur belanja lensa.